Man‘Arafa Nafsahu, Faqad Arafa Rabbahu
Siapa yang mengenal dirinya, akan mengenal Rabb-nya
Jasad atau Jisim atau Bentuk (jasd, jism, shuwar)
Tubuh manusia yang tersusun dari
materi dasar api, tanah, air dan udara, sebagaimana yang dapat kita
indrai. Unsur-unsur dasar yang membentuk manusia itu sama dengan
unsur-unsur dasar dari bumi, tempatnya jasad itu tinggal.
Jasad dihidupkan oleh hembusan ruh.
Setelah hidup ia memerlukan enersi, yang dapat diperolehnya dari
makanan yang bersumber dari bumi.
“Dan sungguh Kami telah menciptakan al-insan dari saripati tanah.” 1
Nafs (tunggal = an-nafs, jamak = al-anfus)
Merupakan suatu barzakh
(intermediary) antara jasad dan ruh. Jiwa tersusun dari unsur cahaya
ilahiah; ia memiliki suatu kehidupan tersendiri yang terpisah dari
jasad. Jiwa memperoleh enersinya dari ruh.
Jiwa merupakan hakikat ke-insan-an
seseorang—jiwa lah yang membuat insan berbeda dengan makhluk-makhluk
lainnya. Jiwa lah yang menjadi sasaran pendidikan Ilahi. Di dalam jiwa
ditempatkan ruh; ke duanya ditempatkan dalam jasad. Alam jiwa disebut
juga alam mitsal.
Jadi, selama perjalanannya di Bumi,
jiwa (nafs) menggunakan kendaraan jasad. Dapat dikatakan jasad
merupakan “nagari” atau “kota” pertama (yaitu, lingkungan yang paling
dekat) bagi jiwa. Diberikannya perangkat jasad kepada jiwa dimaksudkan
agar jiwa dapat mengambil bagian dalam pendidikan Ilahiah yang
ditebarkan di Bumi. Di Bumi ini pula ia diseru untuk melaksanakan
maksud dari penciptaannya.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah
sesuatu pada kaum hingga mereka mengubah apa-apa yang ada pada
nafs-nafs mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan tak ada bagi mereka satu
penolong pun selain Allah. 2
Dan adapun orang-orang yang takut
(khawf) terhadap maqam Rabb-nya dan menahan nafs dari hawa nafsu, maka
sesungguhnya jannah-lah tempatnya.3
Karena yang menjadi sasaran
pendidikan ilahi adalah jiwa, pembahasan lebih mendalam ditujukan untuk
memberikan pengantar bagi pendidikan jiwa melalui pensuciannya, yang
disebut pula tazkiyatun-nafs atau jihadun-nafs.
Ruh (tunggal = ruh, jamak = arwah)
Ruh tersusun dari unsur cahaya yang
paling murni dan paling tinggi kedudukannya dalam keseluruhan aspek
manusia. Yang dihembuskan kepada manusia setelah disiapkan segala
sesuatunya.
Ruh memberikan kehidupan kepada
jasad—tanpa ruh jasad segera terurai kembali menjadi unsur-unsur bumi
pembentuknya. Ruh merupakan sumber enersi bagi nafs. Apabila cahaya ruh
tidak mencapai nafs maka nafs tersebut, sekalipun dia tetap hidup,
akan tetapi dia tidak memiliki enersi atau lumpuh.
Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (dari)-Nya, dan Dia menjadikan bagi
kalian pendengaran, penglihatan dan af’idah. Sedikit sekali kalian
bersyukur.4
Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (dari)- Ku; maka hendaklah
kalian tersungkur bersujud kepadanya.5
Qalb (tunggal = qalb, jamak = qulub)
Aspek partikular dari an-nafs tempat dikendalikannya seluruh elemen yang lain.
Di dalam diri insan—tepatnya pada
perangkat qalb-nya—bertemu tiga alam yang berbeda, yakni: jismaniyyah,
mitsal, dan arwah atau disebut pula tiga martabat kauniyyah.
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seorang lelaki dua qalb dalam rongganya.6
‘Aql (al-‘aql, dibedakan dengan nalar atau akal jasad)
Aspek partikular dari Qalb,
merupakan perangkat untuk menangkap dan mendapatkan al-‘ilm—yakni ilmu
ketuhanan, yang didapatkan dengan hakikat penghambaan. Jadi, ilmu
(al-‘ilm) ini dibedakan dengan ilmu biasa yang kita kenal sehari-hari,
yaitu yang ditangkap oleh nalar dan didapatkan dengan jalan pengkajian.
Maka apakah mereka tidak berjalan di
bumi, lalu mereka mempunyai qalb yang dengan itu mereka ber-‘aql atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah al-qalb yang ada
di dalam shudur.7
“Barangsiapa berbuat dosa, maka berpisahlah ia dari ‘aql-nya dan tidak akan kembali selamanya.”6
Nafsu’l-Mutmainnah: yang Seyogyanya Dididik Menjadi Penggembala
Pensucian jiwa ditujukan untuk
mendidik satu komponen jiwa—nafsu’l-muthmainnah—yang berperan sebagai
penggembala yang kuat dan ber-ilmu, sehingga ia mampu mengatur
komponen-komponen jiwa lainnya yang merupakan obyek gembalaannya. Jika
yang seharusnya berperan sebagai sang gembala tertidur ataupun lumpuh
kekurangan enersi, maka komponen-komponen lainnya bersikap liar dan
kemudian saling berlomba menguasai qalb—yang berarti menguasai diri
seseorang sepenuhnya.
Dan aku tidak membebaskan nafs-ku
karena sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan (nafs
amara bissu’), kecuali (nafs) yang diberi rahmat oleh Rabb-ku.
Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.9
Dan aku bersumpah dengan nafs yang mencela (nafs al-lawwamah)10
Wahai nafs al-muthmainnah! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan ridha lagi diridhai-Nya.11
Syahwat dan Hawa Nafsu
Pendidikan jiwa atau transformasi
menuju Hakikat Insan yang sejati menghadapi tiga jenis musuh, yaitu:
(1) Syahwat, hasrat yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
material; (2) Hawa-Nafsu, berkenaan dengan yang bersifat non-material,
sperti misalnya takabur, riya’, ujub, harga-diri, dst.; (3) Syaithan,
terdiri atas golongan jin dan manusia, yang mempengaruhi manusia dengan
memperalat syahwat dan hawa-nafsu.
Dijadikan indah pada manusia
kencintaan pada syahwat dari wanita-manita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak,
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik. 12
Katakanlah, ”Jika bapak-bapak
kalian, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir kerugiannya,
dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian
cintai (hubb) daripada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di sabil-Nya,
maka tunggulah hingga Allah mendatangkan ‘amr-Nya. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (al-qawm al-fasiqin). 13
Maka pernahkah kamu melihat orang
yang mengambil hawa nafsunya sebagai sesembahannya (ilah) dan Allah
menyesatkan berdasar ‘ilm-Nya dan Allah mengunci mati pendengaran dan
qalb-nya, dan menjadikan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
dapat memberinya petunjuk sesudah Allah? Maka mengapa kalian tidak
mengambil pelajaran?14
Pernahkah kamu melihat orang yang
mengambil hawa nafsunya sebagai sesembahannya (ilah)? Maka apakah kamu
dapat menjadi wakil atasnya?15
… dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari sabil Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat dari sabil Allah akan mendapat azab yang sangat
pedih disebabkan mereka melupakan Hari Penghisaban (yawm al-Hisab).16
Qalb Sebagai Singgasana Sang Raja
Di dalam diri manusia ada segumpal
daging yang apabila ia shalih maka shalih-lah seluruhnya, jika ia fasad
(rusak) maka fasad-lah seluruhnya. 17
Qalb itu ibarat singgasana Sang Raja.
Komponen diri mana saja yang tengah berhasil menduduki qalb akan
berkedudukan sebagai Raja dan memperlakukan komponen-komponen lainnya
sebagai bala-tentaranya. Jika shaleh Sang Raja tersebut, maka shaleh
pula bala tentaranya; sedangkan bila Raja-nya fasad (rusak) maka fasad
pula bala-tentaranya.
Sang Raja yang tengah bertahta di atas singgasana qalb mempunyai 2 jenis bala-tentara:
1. Tentara Lahir: JISIM
• Tingkat 1: “… delapan pasang binatang ternak…” 18
1 Mata - Mata
2 Telinga - Telinga
3 Hidung - Hidung
4 Tangan - Tangan
5 Kaki - Kaki
6 Lidah - Perut
7 Mulut - Larinx
8 ↑ atau ↓ Pada orang lain
• Tingkat 2: “… tiga lapis kegelapan … “ 19
i. Penglihatan
ii. Pendengaran
iii. Al af’idah
2. Tentara Batin: HAWA atau HAWA-NAFSU
Keberadaan hawa-nafsu (hawa), Imam
Al-Ghazali menyebutnya tentara bathin dari qalb, pada diri seseorang
hanya bisa dilihat oleh mata batin, atau penglihatan dari qalb.
Hawa-nafsu itu sesuatu yang memang ada, dan memang tidak untuk
dihilangkan. Tujuan dari tazkiyatun-nafs adalah untuk mengendalikannya
dan bukan untuk menghilangkannya. Sekalipun demikian, bagi kebanyakan
orang aspek hewaniyyah-nya yang terus berhasil menguasai dirinya,
karena nafsu’l muthmainnah-nya lumpuh.
CATATAN
1. QS Al-Mu’minun [23]: 12
2. QS Ar-Ra’d[13]: 11
3. QS An-Naazi’aat[79]: 40
4. QS As-Sajdah[32]: 9
5. QS Shaad[38]: 72
6. QS Al-Ahzab[33}: 4
7. QS Al-Hajj[22]:46
8. Hadits Nabi s.a.w.
9. QS Yusuf[12]: 53
10. QS Al-Qiyamah[75]:2
11. QS Al-Fajr[89]: 27 – 28
12. QS Ali ‘Imran [3] : 14
13. QS At-Taubah[9]: 24
14. QS Al-Jatsiyah[45]: 23
15. QS Al-Furqan[25]: 43
16. QS Shaad[38]: 26.
17. Hadits Nabi s.a.w
18. QS Az Zumar [39]: 6
19. QS An Nuur [24]: 40
Sumber : Bapak Zamzam AJT
http://nurassajatipurnamaalam.blogspot.co.id/2011/01/kajian-al-quran_8793.html
Terim kasih banyak bagi pengetahuannya, semoga menjadi amalan yang diberkahi, amin
BalasHapusVint Ceramic Art | TITNIA & TECHNOLOGY
BalasHapusExplore an all new kadangpintar “Vint Ceramic Art” wooricasinos.info project on titanium ring TITNIA & TECHNOLOGY. Our gri-go.com team of sculptors and artists have created new and
Saya memahami tentang Ruh, Nafs, Nyawa, Nafas, Jiwa, Sukma, Nafsu lewat baca buku terasa belum memuaskan jawabannya, tetapi lewat baca artikel ini wawasan saya mulai terbuka. trims. Tolong bisa dijelaskan yang akan kembali ke Allah SWT ketika kita meninggal itu siapa saja RUH, NYAWA, JIWA atau siapa. Didalam banyak keterangan dalam Ilmu Tasauf yang akan kembali adalah "DIRI", dan yang sebenar-benarnya DIRI adalah RUH, maka RUH inilah yang akan kembali kepada ALLAH SWT, karena RUH berasal dari hembusan ALLAH QS : Shad 72, QS : As-Sajdah 9. Sementara di penjelasan lain yang dicabut malaikat itu adalah NYAWA seperti dijelaskan dalam Al-Quran :
BalasHapusTerjemah Surat An Naazi’aat Ayat 1-5
1.[1] Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras [2],
2.dan (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut[ 3].
3.Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat[4],
4.dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang [5],
5.dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia) [6].
Disisi lain yang merasakan sakit adalah jiwanya, mohon penjelasannya hubungan atau perbedaan RUH, NYAWA, SUKMA, JIWA, NAFSU, terimakasih.